Pengaruh Masuknya
Gula Rafinasi Di Pasar Konsumsi Terhadap Stabilitas Pasar Gula Nasional
PENDAHULUAN
Secara historis, industri
gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua dan terpenting di Indonesia.
Sejarah menunjukan puncak kegemilangan industri gula dicapai pada tahun1930-an
dengan 179 pabrik pengolahan, produktivitas sekitar 14,8% dan rendemen mencapai
11,0%-13,8%. Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton dan ekspor gula
pernah mencapai 2,4 juta ton. Hal ini didukung oleh kemudahan dalam memperoleh
lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi dan disiplin dalam
penerapan teknologi.
Pada dekade terakhir,
khususnya periode 1994-2004, industri gula Indonesa menghadapi berbagai masalah
yang signifikan. Salah satu indikator masalah industri gula Indonesia adalah
kecenderungan volume impor yang terus meningkat, dari 194,7 ton pada tahun 1986
menjadi 1,348 juta ton pada tahun 2004. Atau meningkat dengan laju 11,4% per
tahun. Pada periode 1994-2004, impor gula meningkat dengan laju 7,8% per tahun.
Hal ini terjadi karena ketika konsumsi terus meningkat dengan 1,2% per tahun
produksi gula dalam negeri menurun dengan laju -1,8% per tahun.
Setelah mengalami
pasang-surut, industri gula Indonesia sekarang hanya didukung oleh 62 pabrik
gula (PG) yang aktif yaitu hanya 45 PG yang dikelola oleh BUMN dan 17 PG yang
dikelola oleh swasta (Dewan Gula
Indonesia)
Merosotnya industri gula
nasional beberapa tahun terakhir mengakibatkan pemerintah harus melakukan impor
terus menerus untuk menyeimbangi konsumsi serta menstabilkan harga gula
nasional. Besarnya konsumsi gula nasional pada tahun 2016 telah mencapai 2,83
juta ton. Sehingga muncul berbagai
kebijakan oleh pemerintah, salah satunya muncul wacana kebijakan pemerintah
untuk membuka izin masuknya gula rafinasi di pasar gula konsumsi nasonal.
Dalam makalah ini akan
diuraikan berbagai pengaruh yang mungkin akan terjadi apabila kebijakan
tersebut terealisasikan serta pandangan kami tentang pasar gula nasional.
PERMASALAHAN
Tren menaiknya harga gula
murni di pasar nasional akhir-akhir ini cukup dikeluhkan berbagai pihak.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya membuka wacana membebaskan gula
rafinasi masuk pasar gula konsumsi. Mengingat neraca produksi gula tetap
defisit tahun ini dan tak mampu menurunkan harga gula di pasar. Bahkan, sejak
awal musim giling pada Mei sampai sekarang, harga malah cenderung naik dan
bertahan di posisi Rp15.000/kg. Padahal, awal September lalu, Kemendag sudah
melansir Permendag No. 63/M-DAG/PER/9/2016 tentang penetapan harga acuan
pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen, di mana untuk gula
harga acuan penjualan di konsumen dipatok Rp13.000/kg.
Sedangkan dalam wacana
Kemendag, gula rafinasi akan dibuka untuk pasar konsumsi dengan harga Rp
12.500/kg. Hal ini tentunya akan berdampak pada berbagai sektor baik dari sisi
penyuplai, distributor, konsumen maupun produsen gula dalam negeri sendiri. Mengingat
harga gula rafinasi Internasioal saat ini dalam angka sekitar Rp. 8.000/kg.
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
GULA RAFINASI
Gula
kristal dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula
Kristal Rafinasi (GKR).
Gula rafinasi merupakan salah satu
jenis gula sukrosa yang diproduksi melalui tahapan awal gula kristal mentah
(raw sugar), meliputi proses pelarutan kembali (remelting), klarifikasi,
dekolorisasi, kristalisasi, fugalisasi, pengeringan, dan pengemasan. Rafinasi
diambil dari kata refinery yang bermakna menyuling, menyaring, membersihkan.
Karena melalui tahapan proses ketat, tak aneh bila gula rafinasi memiliki
tingkat kemurnian tinggi. Pemerintah membagi penggunaan dua gula tersebut yakni
GKP untuk pasar konsumsi rumah tangga sedangkan GKR untuk pasar industri
makanan dan minuman (Pemendag Nomor 74/MDAG/PER/9/2015). Akan
tetapi pemerintah mencanangkan akan membuka izin gula rafinasi untuk masuk
dalam pasar konsumsi dengan syarat patokokan harga sebesar Rp. 12.500/kg
mengingat kondisi pasar gula nasional yang masih belum stabil.
2.
HARGA GULA NASIONAL
Harga
gula di pasar konsumsi beberapa tahun terakhir cenderung fluktuatif dengan laju
produksi yang relatif tetap dari tahun ke tahun. Namun beberapa bulan terakhir
lonjakan harga GKP di pasar konsumsi nasional cukup signifikan.
Berikut
grafik harga GKP di pasar konsumsi pada tahun 2015-2016
3. FAKTOR
PENYEBAB KENAIKAN HARGA GULA NASIONAL
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi keneikan harga gula pada beberapa periode
terakhir, antara lain;
Ø Menurunnya
produksi gula nasional dari tahun ke tahun
Pada tahun 2013 produksi gula nasional berada pada
titik 2,55 juta ton setara dengan kebutuhan nasional, kemudian pada tahun 2014
mengalami kenaikan sebesar 0,86% yakni sejumlah 2,58 juta ton. Akan tetapi
menurun pada tahun 2015 sebesar 1,57% sejumlah 2,53 juta ton. Di tahun 2016
sendiri produksi hanya sebanyak 2,3 juta ton.
Menurunnya produksi gula nasional tidak lepas
dari semakin sedikitnya lahan perkebunan tebu yang ada. BPS mencatat pada tahun
2013 perkebunan tebu di Indonesia seluas 470,94 ribu hektar kemudian mengalami
kenaikan pada tahun 2014 sekitar 0,37% menjadi 472,68 ribu hektar. Sedangkan
pada tahun 2015 areal perkebunan tebu di Indonesia mengalami penurunan yang
cukup tajam menjadi 455,82 ribu hektar atau turun sekitar 3,57% dari tahun
sebelumnya.
Selain itu rendemen pada tahun 2016 hanya
7,75% menurun jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 8,28%, sumber
daya manusia yang semakin meninggalkan pertanian tebu, macetnya riset
perkembangan produksi gula baik dari teknologi pabrik gula maupun dari sektor
perkebunannya, serta cuaca buruk akhir-akhir ini cukup mempunyai dampak yang
signifikan terhadap produksi gula nasional.
Ø Tingkat
konsumsi gula yang semakin meninggi.
Pada tahun 2015 kebutuhan akan GKP sebesar 2,8 juta ton
sedangkan dari awal tahun 2016 sampai saat ini konsumsi gula nasional telah
mencapai 2,83 juta ton. Konsumsi akan kebutuhan gula akan terus menigkat
selaras dengan pertumbuhan penduduk Indonesia.
Ini
artinya permintaan terhadap gula di Indonesia lebih tinggi dari pada jumlah
produksinya.
4.
WACANA PELEGALAN GULA RAFINASI MASUK PASAR
KONSUMSI
Dalam
upaya pemenuhan terhadap permintaan pasar gula nasional, berbagai kebijakan
pemerintah terus bergulir. Salah satunya ialah wacana pembebasan GKR untuk
pasar konsumsi. Meski masih pro kontra akan tetapi mengingat stok GKP yang
semakin menipis yakni sampai saat ini hanya ada 517 ribu ton, sepertinya
pemerintah tidak ada pilihan lainnya.
Ini artinya akan ada revisi peraturan
pemerintah dan akan mempunyai dampak yang besar terhadap stabilitas pasar serta
produksi gula dalam negeri.
5. DAMPAK
MASUKNYA GULA RAFINASI TERHADAP STABILITAS PASAR NASIONAL
Jika wacana ini benar direalisasikan
akan ada beberapa sektor yang secara langsung maupun tidak langsung terpengaruh
dampak kebijakan tersebut.
1)
Sektor Penyuplai
Kebijakan tentang harga gula rafinasi yang diperbolehkan
di pasar konsumsi ialah Rp. 12.500/kg sedangkan harga gula rafinasi sekitar Rp.
8.000/kg. Ini artinya perusahaan penyuplai gula rafinasi akan berlomba-lomba
memonopoli pasar gula nasional mengingat keuntungan besar yang akan mereka
dapatkan. Dari sektor ini penyuplai yang mendapatkan izin oleh pemerintah
tentunya mempunyai kewenangan untuk mengikat konsumen dengan harga tersebut
sehingga terjadi diskriminasi harga. Pada kondisi ini rentan terjadi kebocoran
stok gula dari perusahaan legal ke perusahaan ilegal.
2)
Distributor
Keuntungan besar yang diperoleh oleh perusahaan penyuplai
gula juga akan berimbas pada distributor-distributor maupun perusahaan swalayan
yang mempunyai ikatan kerjasama.
3)
Konsumen
Dengan harga pasar Rp. 12.500/kg gula rafinasi tentunya
menjadi angin segar kepada para konsumen. Mereka yang menjadikan gula sebagai
bahan pokok industri rumahan (home industri) dengan ini menekan biaya produksi
serta meningkatkan pendapatan.
4)
Produsen GKP Lokal
Berbanding terbalik jika dilihat dari sudut pandang
produsen gula lokal yang dengan ini akan menjadikan pendapatan mereka menurun.
Dengan berbagai tekanan baik dari biaya produksi, menurunnya hasil panen tebu,
serta ditambah oleh tekanan harga gula yang flat jika dibiarkan berlarut-larut
akan mematikan produksi GKP lokal. Karenanya dalam jangka panjang bukan tidak
mungkin masyarakat akan menjadikan GKR pilihan utama untuk pasar konsumsi dan
menggusur GKP lokal. Disini peran pemerintah sebagai pemegang kontrol terhadap
arus GKR di pasar konsumsi menjadi begitu penting.
KESIMPULAN
Masuknya GKR di pasar konsumsi dalam
jangka pendek akan menjadikan pasar gula nasional lebih stabil, harga gula juga
akan tertekan ke kondisi yang lebih rendah dari sebelumnya. Karena permintaan
gula di pasar konsumsi setara dengan penawarannya.
Akan
tetapi dalam jangka panjang akan berimbas buruk terhadap produk GKP lokal yang
secara harga akan tersaingi dengan produk GKR. Keadaan ini bisa semakin
memburuk jika kontrol pemerintah tidak tepat.
SOLUSI
Dengan
mencermati uraian di atas, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menstabilkan pasar gula nasional baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
SOLUSI
JANGKA PENDEK
·
Impor gula sesuai dengan kebutuhan konsumsi
nasional.
·
Memperketat peraturan mengenai peredaran GKR
di pasar konsumsi baik dari sektor penyuplai maupun distributor.
·
GKR berfungsi hanya sebatas suplemen, bukan
pilhan utama.
·
Pengawasan secara berkala oleh pemerintah
terhadap kondisi dan stabilitas pasar.
SOLUSI
JANGKA PANJANG
Untuk menunjang kebutuhan pasar yang
semakin lama semakin meningkat, produksi gula nasional harus juga ikut
ditingkatkan. Adapun untuk menunjang produksi gula nasional antara lain:
·
Mengembangkan disiplin teknologi baik
pabrik-pabrik gula maupun sitem perkebunannya untuk memperoleh prokduksi dan
rendemen yang maksimal.
·
Memperbanyak pabrik gula dengan skala
menengah ke atas di beberapa daerah yang berpotensi. Semakin banyak pabrik gula
secara tidak langsung juga akan menambah areal pekebunan, baik dengan status
perusahaan Perkebunan Besar Swasta (PBS) maupun Perkebunan Rakyat (PR).
Mengingat sejarah, semakin banyak pabrik gula di Indonesia semakin tinggi
tingkat produksi gula nasional.
·
Memperluas areal perkebunan tebu nasional.
·
Mengoptimalkan sumber daya manusia yang
berkualitas untuk menunjang produktivitas gula nasional.
Berbagai
solusi diatas tentunya merupakan investasi jangka panjang yang dapat dilakukan
Indonesia untuk menunjang produktivitas gula nasional. Sehingga membutuhkan
dukungan yang riil dari semua lini baik dari sisi investor, pemerintah,
perusahaan maupun masyarakat luas. Karena dalam ekonomi semua mempunyai peranan
penting terhadap stabilitas perekonomian nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar