Minggu, 16 Juli 2017

Pengaruh Masuknya Gula Rafinasi Di Pasar Konsumsi Terhadap Stabilitas Pasar Gula Nasional





Pengaruh Masuknya Gula Rafinasi Di Pasar Konsumsi Terhadap Stabilitas Pasar Gula Nasional

PENDAHULUAN
Secara historis, industri gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua dan terpenting di Indonesia. Sejarah menunjukan puncak kegemilangan industri gula dicapai pada tahun1930-an dengan 179 pabrik pengolahan, produktivitas sekitar 14,8% dan rendemen mencapai 11,0%-13,8%. Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton dan ekspor gula pernah mencapai 2,4 juta ton. Hal ini didukung oleh kemudahan dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi dan disiplin dalam penerapan teknologi.
Pada dekade terakhir, khususnya periode 1994-2004, industri gula Indonesa menghadapi berbagai masalah yang signifikan. Salah satu indikator masalah industri gula Indonesia adalah kecenderungan volume impor yang terus meningkat, dari 194,7 ton pada tahun 1986 menjadi 1,348 juta ton pada tahun 2004. Atau meningkat dengan laju 11,4% per tahun. Pada periode 1994-2004, impor gula meningkat dengan laju 7,8% per tahun. Hal ini terjadi karena ketika konsumsi terus meningkat dengan 1,2% per tahun produksi gula dalam negeri menurun dengan laju -1,8% per tahun.
Setelah mengalami pasang-surut, industri gula Indonesia sekarang hanya didukung oleh 62 pabrik gula (PG) yang aktif yaitu hanya 45 PG yang dikelola oleh BUMN dan 17 PG yang dikelola oleh swasta (Dewan  Gula Indonesia)
Merosotnya industri gula nasional beberapa tahun terakhir mengakibatkan pemerintah harus melakukan impor terus menerus untuk menyeimbangi konsumsi serta menstabilkan harga gula nasional. Besarnya konsumsi gula nasional pada tahun 2016 telah mencapai 2,83 juta ton.  Sehingga muncul berbagai kebijakan oleh pemerintah, salah satunya muncul wacana kebijakan pemerintah untuk membuka izin masuknya gula rafinasi di pasar gula konsumsi nasonal.
Dalam makalah ini akan diuraikan berbagai pengaruh yang mungkin akan terjadi apabila kebijakan tersebut terealisasikan serta pandangan kami tentang pasar gula nasional.
PERMASALAHAN
Tren menaiknya harga gula murni di pasar nasional akhir-akhir ini cukup dikeluhkan berbagai pihak. Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya membuka wacana membebaskan gula rafinasi masuk pasar gula konsumsi. Mengingat neraca produksi gula tetap defisit tahun ini dan tak mampu menurunkan harga gula di pasar. Bahkan, sejak awal musim giling pada Mei sampai sekarang, harga malah cenderung naik dan bertahan di posisi Rp15.000/kg. Padahal, awal September lalu, Kemendag sudah melansir Permendag No. 63/M-DAG/PER/9/2016 tentang penetapan harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen, di mana untuk gula harga acuan penjualan di konsumen dipatok Rp13.000/kg.
Sedangkan dalam wacana Kemendag, gula rafinasi akan dibuka untuk pasar konsumsi dengan harga Rp 12.500/kg. Hal ini tentunya akan berdampak pada berbagai sektor baik dari sisi penyuplai, distributor, konsumen maupun produsen gula dalam negeri sendiri. Mengingat harga gula rafinasi Internasioal saat ini dalam angka sekitar Rp. 8.000/kg.

PEMBAHASAN
1.    PENGERTIAN GULA RAFINASI
Gula kristal dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR).
Gula rafinasi merupakan salah satu jenis gula sukrosa yang diproduksi melalui tahapan awal gula kristal mentah (raw sugar), meliputi proses pelarutan kembali (remelting), klarifikasi, dekolorisasi, kristalisasi, fugalisasi, pengeringan, dan pengemasan. Rafinasi diambil dari kata refinery yang bermakna menyuling, menyaring, membersihkan. Karena melalui tahapan proses ketat, tak aneh bila gula rafinasi memiliki tingkat kemurnian tinggi. Pemerintah membagi penggunaan dua gula tersebut yakni GKP untuk pasar konsumsi rumah tangga sedangkan GKR untuk pasar industri makanan dan minuman (Pemendag Nomor 74/MDAG/PER/9/2015). Akan tetapi pemerintah mencanangkan akan membuka izin gula rafinasi untuk masuk dalam pasar konsumsi dengan syarat patokokan harga sebesar Rp. 12.500/kg mengingat kondisi pasar gula nasional yang masih belum stabil.
2.    HARGA GULA NASIONAL
Harga gula di pasar konsumsi beberapa tahun terakhir cenderung fluktuatif dengan laju produksi yang relatif tetap dari tahun ke tahun. Namun beberapa bulan terakhir lonjakan harga GKP di pasar konsumsi nasional cukup signifikan.
Berikut grafik harga GKP di pasar konsumsi pada tahun 2015-2016








3.    FAKTOR PENYEBAB KENAIKAN HARGA GULA NASIONAL
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keneikan harga gula pada beberapa periode terakhir, antara lain;
Ø  Menurunnya produksi gula nasional dari tahun ke tahun
Pada tahun 2013 produksi gula nasional berada pada titik 2,55 juta ton setara dengan kebutuhan nasional, kemudian pada tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 0,86% yakni sejumlah 2,58 juta ton. Akan tetapi menurun pada tahun 2015 sebesar 1,57% sejumlah 2,53 juta ton. Di tahun 2016 sendiri produksi hanya sebanyak 2,3 juta ton.
Menurunnya produksi gula nasional tidak lepas dari semakin sedikitnya lahan perkebunan tebu yang ada. BPS mencatat pada tahun 2013 perkebunan tebu di Indonesia seluas 470,94 ribu hektar kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2014 sekitar 0,37% menjadi 472,68 ribu hektar. Sedangkan pada tahun 2015 areal perkebunan tebu di Indonesia mengalami penurunan yang cukup tajam menjadi 455,82 ribu hektar atau turun sekitar 3,57% dari tahun sebelumnya.
Selain itu rendemen pada tahun 2016 hanya 7,75% menurun jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 8,28%, sumber daya manusia yang semakin meninggalkan pertanian tebu, macetnya riset perkembangan produksi gula baik dari teknologi pabrik gula maupun dari sektor perkebunannya, serta cuaca buruk akhir-akhir ini cukup mempunyai dampak yang signifikan terhadap produksi gula nasional.
Ø  Tingkat konsumsi gula yang semakin meninggi.
Pada tahun 2015 kebutuhan akan GKP sebesar 2,8 juta ton sedangkan dari awal tahun 2016 sampai saat ini konsumsi gula nasional telah mencapai 2,83 juta ton. Konsumsi akan kebutuhan gula akan terus menigkat selaras dengan pertumbuhan penduduk Indonesia.
Ini artinya permintaan terhadap gula di Indonesia lebih tinggi dari pada jumlah produksinya.

4.    WACANA PELEGALAN GULA RAFINASI MASUK PASAR KONSUMSI
Dalam upaya pemenuhan terhadap permintaan pasar gula nasional, berbagai kebijakan pemerintah terus bergulir. Salah satunya ialah wacana pembebasan GKR untuk pasar konsumsi. Meski masih pro kontra akan tetapi mengingat stok GKP yang semakin menipis yakni sampai saat ini hanya ada 517 ribu ton, sepertinya pemerintah tidak ada pilihan lainnya.
Ini artinya akan ada revisi peraturan pemerintah dan akan mempunyai dampak yang besar terhadap stabilitas pasar serta produksi gula dalam negeri.

5.    DAMPAK MASUKNYA GULA RAFINASI TERHADAP STABILITAS PASAR NASIONAL
            Jika wacana ini benar direalisasikan akan ada beberapa sektor yang secara langsung maupun tidak langsung terpengaruh dampak kebijakan tersebut.


1)    Sektor Penyuplai
            Kebijakan tentang harga gula rafinasi yang diperbolehkan di pasar konsumsi ialah Rp. 12.500/kg sedangkan harga gula rafinasi sekitar Rp. 8.000/kg. Ini artinya perusahaan penyuplai gula rafinasi akan berlomba-lomba memonopoli pasar gula nasional mengingat keuntungan besar yang akan mereka dapatkan. Dari sektor ini penyuplai yang mendapatkan izin oleh pemerintah tentunya mempunyai kewenangan untuk mengikat konsumen dengan harga tersebut sehingga terjadi diskriminasi harga. Pada kondisi ini rentan terjadi kebocoran stok gula dari perusahaan legal ke perusahaan ilegal.

2)    Distributor
            Keuntungan besar yang diperoleh oleh perusahaan penyuplai gula juga akan berimbas pada distributor-distributor maupun perusahaan swalayan yang mempunyai ikatan kerjasama.

3)    Konsumen
            Dengan harga pasar Rp. 12.500/kg gula rafinasi tentunya menjadi angin segar kepada para konsumen. Mereka yang menjadikan gula sebagai bahan pokok industri rumahan (home industri) dengan ini menekan biaya produksi serta meningkatkan pendapatan.

4)    Produsen GKP Lokal
            Berbanding terbalik jika dilihat dari sudut pandang produsen gula lokal yang dengan ini akan menjadikan pendapatan mereka menurun. Dengan berbagai tekanan baik dari biaya produksi, menurunnya hasil panen tebu, serta ditambah oleh tekanan harga gula yang flat jika dibiarkan berlarut-larut akan mematikan produksi GKP lokal. Karenanya dalam jangka panjang bukan tidak mungkin masyarakat akan menjadikan GKR pilihan utama untuk pasar konsumsi dan menggusur GKP lokal. Disini peran pemerintah sebagai pemegang kontrol terhadap arus GKR di pasar konsumsi menjadi begitu penting.

KESIMPULAN
       Masuknya GKR di pasar konsumsi dalam jangka pendek akan menjadikan pasar gula nasional lebih stabil, harga gula juga akan tertekan ke kondisi yang lebih rendah dari sebelumnya. Karena permintaan gula di pasar konsumsi setara dengan penawarannya.
Akan tetapi dalam jangka panjang akan berimbas buruk terhadap produk GKP lokal yang secara harga akan tersaingi dengan produk GKR. Keadaan ini bisa semakin memburuk jika kontrol pemerintah tidak tepat.


SOLUSI
       Dengan mencermati uraian di atas, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menstabilkan pasar gula nasional baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
SOLUSI JANGKA PENDEK
·         Impor gula sesuai dengan kebutuhan konsumsi nasional.
·         Memperketat peraturan mengenai peredaran GKR di pasar konsumsi baik dari sektor penyuplai maupun distributor.
·         GKR berfungsi hanya sebatas suplemen, bukan pilhan utama.
·         Pengawasan secara berkala oleh pemerintah terhadap kondisi dan stabilitas pasar.

SOLUSI JANGKA PANJANG
       Untuk menunjang kebutuhan pasar yang semakin lama semakin meningkat, produksi gula nasional harus juga ikut ditingkatkan. Adapun untuk menunjang produksi gula nasional antara lain:
·         Mengembangkan disiplin teknologi baik pabrik-pabrik gula maupun sitem perkebunannya untuk memperoleh prokduksi dan rendemen yang maksimal.
·         Memperbanyak pabrik gula dengan skala menengah ke atas di beberapa daerah yang berpotensi. Semakin banyak pabrik gula secara tidak langsung juga akan menambah areal pekebunan, baik dengan status perusahaan Perkebunan Besar Swasta (PBS) maupun Perkebunan Rakyat (PR). Mengingat sejarah, semakin banyak pabrik gula di Indonesia semakin tinggi tingkat produksi gula nasional.
·         Memperluas areal perkebunan tebu nasional.
·         Mengoptimalkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menunjang produktivitas gula nasional.
Berbagai solusi diatas tentunya merupakan investasi jangka panjang yang dapat dilakukan Indonesia untuk menunjang produktivitas gula nasional. Sehingga membutuhkan dukungan yang riil dari semua lini baik dari sisi investor, pemerintah, perusahaan maupun masyarakat luas. Karena dalam ekonomi semua mempunyai peranan penting terhadap stabilitas perekonomian nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

8 CARA AMPUH BUAT KAMU YANG PENGEN MOVE ON

Putus Cinta?  Terus Inget Mantan? 8 Cara Ini Terbukti Ampuh Buat Move On Dari Mantan 1.        Komitmen Sering kali sese...